Selasa, 25 Juni 2013

MERDEKA.COM. Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ Habibie adalah legenda Indonesia. Pria asal Pare-Pare, Sulawesi Selatan kelahiran 25 Juni 1936 adalah sosok yang sangat dekat dengan teknologi. Sehingga wajar, pria 'blasteran' Jawa dan Makassar ini dianggap sebagai ikon teknologi Indonesia. Hari ini, Habibie genap berusia 77 tahun. Saat Habibie masih kecil, dia telah menunjukkan kecerdasan pada ilmu khususnya Fisika. Dia pun akhirnya kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB) selama 6 bulan. Kemudian dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman pada tahun 1955. Di Jerman, Habibie mengambil jurusan Desain dan Konstruksi Pesawat di Fakultas Teknik Mesin. Kuliah selama lima tahun, akhirnya Habibie memperoleh gelar Dilpom-Ingenenieur atau diploma teknik (catatan: diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan dengan gelar Master/S2 di negara lain) dengan predikat summa cum laude. Kemudian, Habibie melanjutkan program doktoral setelah menikahi teman SMA-nya, Ibu Hasri Ainun Besari pada tahun 1962. Bersama dengan istrinya tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja untuk membiayai biaya kuliah sekaligus biaya rumah tangganya. Habibie mendalami bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasi summa cum laude. Setelah lulus S3 (1974), Habibie pun kerja di berbagai perusahaan di Jerman, termasuk bekerja di industri pesawat terbang di Jerman. Hingga akhirnya dia diminta oleh Presiden Soeharto untuk pulang ke Tanah Air dan mendapatkan jabatan yang prestisius, yakni menjadi penasihat pemerintah di bidang teknologi pesawat. Nah, dari tahun 1978 hingga 1997, Habibie diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Saat menjadi Menristek itulah, dari tangan dinginnya Indonesia mampu membuat pesawat CN-235 milik yang diproduksi oleh IPTN. Pada tanggal 11 Maret 1998, Habibie terpilih sebagai Wakil Presiden RI ke-7 melalui Sidang Umum MPR. Saat itu, krisis ekonomi melanda Tanah Air dan sebagian negara-negara lain di belahan dunia. Nilai tukar rupiah meroket dari Rp 2.000 per Dolar Amerika naik sampai Rp 12.000. Utang luar negeri pun pada jatuh tempo, inflasi meroket hingga di atas 5 persen. ndisi ekonomi dalam negeri sangat mengerikan. Akhirnya, Presiden Soeharto mundur. Mau taidak mau BJ habibie diangkat sebagai Presiden ke-3 RI, sesuai dengan pasal 8 UUD 1945. Masa jabatan Habibie cuma 512 hari saja. Laporan pertanggungjawabannya di hadapan DPR/MPR pada 20 Oktober 1999 kala itu ditolak, lantaran Habibie dianggap orang yang paling bersalah lantaran Timor Timu lepas dari NKRI akibat kebijakannya memberlakukan referendum di Timor Timur. Namun demikian, Habibie dianggap sukses melaksanakan pemilu 1999 dengan multi parti (48 partai) dan sukses membawa Indonesia menuju transisi demokrasi. Kisah Habibie yang mengharu biru ini pun diangkat ke dalam sebuah film layar lebar berjudul 'Habibie-Ainun'. Film yang dibintangi oleh Reza Rahadian dan Bunga Cinta Lestari ini sukses besar hingga ditonton oleh hampir 4,5 juta orang. Ini adalah sejarah dalam perfileman Indonesia. Hingga saat ini, cuma film Habibie-Ainun dan 'Laskar Pelangi' lah yang berhasil menembus lebih dari empat juta penonton. Film ini mengisahkan tentang kisah cinta Habibie-Ainun yang mengharu biru. Habibie, dalam film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo itu digambarkan sebagai sosok yang setia, mengasihi Ainun hingga akhir hayatnya. Dalam film tersebut juga digambarkan kiprah Ainun yang sangat luar biasa dalam menunjang karir suaminya. Perjalanan hidup Habibie, dari kecil, kuliah di Jerman, hingga akhirnya menjadi Presiden ke-3 RI dalam film tersebut digambarkan secara apik. Tak sedikit penonton pun akhirnya meneteskan air mata, ikut terbuai dalam kesedihan film garapan Multivision Plus itu. Setelah film Habibie-Ainun diputar, tak sedikit orang akhirnya memandang Habibie, dari ikon teknologi, jadi ikon cinta sejati. Cintanya pada Ainun yang begitu besar, telah membuka mata penonton dan publik, bahwa tanpa Ainun, Habibie yang selama ini ikon teknologi, bukanlah siapa-siapa. (Dari berbagai sumber) Sumber: Merdeka.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar